(naraserenade-akumasihdisini)
Hari ini cuaca mendung. Saatnya pengumuman Ujian Akhir Sekolah. RIVANA ZHEITHA, nama itu tercantum dipapan pengumuman. ZEVANDRA ZIDANE, nama itu juga tercantum dipapan pengumuman. Mereka berdua lulus. Di SMA 80, lulus 100%. Semua terlihat begitu bahagia. “Vana, kamu lulus kan?” tanya Evan, “Iya dong... Aku senang banget. Doaku dikabulkan...” kata Vana, “Mau neruskan kemana?” tanya Evan, “Aku mau kuliah di UI, jalur PMDK..” jawab Vana, “Keterima?” tanya Evan, “Diterima dong... Kamu?” tanya Vana, “Aku... Aku harus kuliah di Amerika...” kata Evan, “Amerika?” tanya Vana kaget, “Iya. Ayah yang suruh... Kamu tahu kan ayahku itu gimana... Aku nggak bisa nolak permintaannya..” jelas Evan, “Tapi kan nggak harus di Amerika...” kata Vana, “Aku udah coba bilang sama ayah, tapi ayahku nggak mau ngerti. Aku udah bilang itu terlalu jauh. Masih aja ayah maksa aku...” jelas Evan.
Dua bulan kemudian. Vana sudah mulai kuliah. Tugasnya menumpuk. Untung aja Evan belum berangkat ke Amerika. Jadi, masih ada yang bantu. Hari ini Vana harus menyelesaikan 30 halaman tentang bahasa inggris. Evan dengan setia membantu Vana, “Vana, lebih baik kamu istirahat dulu... Besok dilanjutkan lagi” kata Evan, “Nggak bisa... Besok sudah harus dikumpulkan... Kalau kamu nggak mau bantu aku ya udah kamu pulang aja. Aku bisa kerjakan ini semua...” balas Vana sambil marah-marah, “Kok kamu marah sih... Aku kan cuma bilang lebih baik kamu istirahat, karena aku lihat kamu udah kecapekan..” jelas Evan, Vana hanya diam dan meneruskan tugasnya. Satu jam kemudian (jam 21.30). Vana tertidur dimejanya. Evan melihatnya sambil tersenyum.
Besoknya. Vana terbangun dengan tergesa-gesa. Dia mandi lalu sarapan. Saat kembali kekamarnya, dia melihat tugasnya dimeja, sudah terselesaikan. “Kok... Tugasku udah selesai? Evan....” pikir Vana yang tertuju pada Evan. Vana segera berangkat kuliah.
Dirumah Evan. “Evan...” panggil ayah Evan, “Iya...” jawab Evan yang turun dari tangga, “Hari ini kamu ikut ayah beli tiket. Karena pesawat untuk ke Amerika berangkat hari Sabtu besok...” jelas ayah Evan, “Sabtu besok?” tanya Evan, “Iya...” jawab ayah Evan, “Kenapa harus minggu ini, yah?” tanya Evan, “Ayah pengen kamu cepat sekolah di Amerika. Ayah takut kamu tertinggal pelajaran disana...” jawab ayah Evan. Evan hanya bisa terdiam. Dia nggak pengen pergi ke Amerika. Karena Evan nggak pengen jauh dari Vana, sahabatnya itu.
‘kriiing...kriiing...kriing’ suara telfon rumah Vana, “Halo...” angkat Vana, “Bisa bicara dengan Vana yang jelek, sok imut, nakal?” tanya suara dari telfon itu, “Evaaann... Jahat banget sih... Apa?” tanya Vana, “Kamu bisa nggak keluar malam ini juga...?” tanya Evan, “Bisa...” jawab Vana singkat, “Beneran?” tanya Evan, “Iya... Mau kemana sih?” tanya Vana, “Mau tahuuuu aja...” kata Evan, “Gimana sih kok aku nggak boleh tahu... Ya udah kamu jemput aku” kata Vana sambil menutup telfon. 10 menit kemudian Evan datang. Mereka menuju taman hiburan. “Ngapain kamu ngajak aku kesini?” tanya Vana, “Nggak boleh yaa...” kata Evan, “Ya nggak apa... Tapi kan ini udah sepi...” kata Vana. Mereka duduk di dekat kolam. Vana bingung dengan kelakuan Evan. Tiba-tiba... “Kamu bisa kan ngelupain aku?” tanya Evan, Vana tersentak nggak bisa jawab langsung, “Bisa kan ngelupain aku?” tanya Evan lagi, “Kamu kenapa tanya gitu?” tanya Vana, “...vana... aku ke Amerika besok Sabtu...” kata Evan, “Kenapa secepat itu? Katanya satu bulan lagi...” tanya Vana, “Ayahku yang minta...” jawab Evan. Vana hanya bisa diam. “Vana... Kamu mau kan ngelupain aku?” tanya Evan lagi, “Kamu pergi ke Amerika bukan berarti aku harus ngelupain kamu kan...” kata Vana yang langsung pergi. Evan nggak ngejar “Kamu nggak tahu maksudku, ‘na!!” batin Evan.
@@@
Sabtu. Jam 10 Evan berangkat. Di kampus, Vana terus melihat jam tangannya. Vana gelisah. Setelah hari Senin itu, Vana dan Evan belum bertemu. Waktu Vana melamun di kantin, tiba-tiba Vana teriak ketakutan. Itu membuat temannya bingung, “na, Kamu kenapa?” tanya Gea, Vana menangis dan langsung pergi, “Vana... Vana... Mau kemana? Kan masih ada jam...” teriak Gea. Vana nggak mempedulikan panggilan Gea, dia pergi ke rumah Evan. 10 menit sampai dirumah Evan, tapi kata pembantunya, Evan sudah berangkat ke bandara sejam yang lalu. Vana segera berangkat ke bandara.
30 menit sampai dibandara. Vana berlari mencari Evan. Vana terus mencari Evan, sampai dia kelelahan. Nafasnya nggak beraturan karena berlari. Tiba-tiba... “Vana...” panggil Evan yang ada dibelakang Vana, Vana yang merasa kalau itu suara Evan, langsung membalikkan badan dan memeluknya. Evan terkejut dengan pelukan mendadak itu. “Evan... Kamu nggak boleh pergi...” kata Vana yang masih memeluk Evan, Evan hanya diam, “Kamu nggak boleh pergi..” kata Vana lagi, “Aku harus pergi...” balas Evan, “Aku nggak mau kamu pergi... Aku takut kamu ada apa-apa disana... Poko’nya kamu nggak boleh pergi...” perkataan Vana semakin menjadi-jadi, “Kamu kenapa sih?” tanya Evan bingung dan takut sambil menenangkan Vana. “Vana, pasti aku kembali... Aku nggak akan sepenuhnya ninggalin kamu...” jelas Evan, tapi Vana terus menangis, “Perlu kamu tahu... Aku... Aku... berat ninggalin kamu...” kata Evan, “Ya kamu jangan pergi...” kata Vana yang masih nangis, “Bukan gitu caranya... Vana, aku sayang sama kamu...” kata Evan sambil memeluk Vana. Sudah waktunya Evan masuk pesawat. “na, aku pergi ya...” pamit Evan sambil mencium kening Vana. Evan pun berlalu. Vana terus berteriak “Evaaannn... Jangan pergi, van!! Evaaannnn....” teriak Vana, tapi Evan sengaja nggak menghiraukan.
10 menit kemudian, pesawat Evan berangkat. Dari kejauhan, Vana memperhatikan keberangkatan pesawat itu. Tatapannya ke pesawat yang ditumpangi Evan menjadi berubah. Terlihat angkuh dan marah.
@@@
Besoknya. Vana bangun dengan mata bengkak. Pikirannya kacau. Semalaman dia terus-terusan mimpi buruk. Perasaannya nggak enak. Vana segera mandi. Setelah itu dia turun untuk sarapan. Orangtua Vana ada diruang keluarga yang kebetulan dekat dengan ruang makan. Mereka sedang menonton televisi. Berita pagi.
Saat Vana sarapan, dia menghentikan makannya. Menoleh ke arah televisi. Mendengarkan berita. “Menurut laporan, semua penumpang pesawat itu tewas... Diperkirakan tidak ada satu korban pun yang masih hidup... Pesawat ini hendak menuju Amerika. Pesawat ini lepas landas kemarin sekitar pukul 10 pagi..” jelas penyiar berita itu. Mendengar itu, Vana terkejut. Dia hanya bisa menangis dan berteriak memanggil Evan. Ya... pesawat itu adalah pesawat yang ditumpangi Evan.
2 hari kemudian. Jenazah Evan dipulangkan. Vana terus menangis melihat Evan yang sudah nggak bernyawa lagi. Nggak ada lagi senyuman Evan, nggak ada lagi yang bantuin Vana ngerjakan tugas bahasa Inggris. Saat jenazah dimakamkan, Vana duduk di belakang kerumunan orang-orang. Tiba-tiba... suara telah berbisik ditelinga Vana “Aku masih disini... Aku nggak ninggalin kamu... Aku kan sayang sama kamu... Kamu percaya, kan?” kata suara itu. Vana pun menoleh kebelakang, apa yang dia lihat? Evan tersenyum pada Vana. Vana pun membalas senyuman itu “Aku juga sayang sama kamu...” batin Vana.
@@@
Dua bulan kemudian. Vana sudah mulai kuliah. Tugasnya menumpuk. Untung aja Evan belum berangkat ke Amerika. Jadi, masih ada yang bantu. Hari ini Vana harus menyelesaikan 30 halaman tentang bahasa inggris. Evan dengan setia membantu Vana, “Vana, lebih baik kamu istirahat dulu... Besok dilanjutkan lagi” kata Evan, “Nggak bisa... Besok sudah harus dikumpulkan... Kalau kamu nggak mau bantu aku ya udah kamu pulang aja. Aku bisa kerjakan ini semua...” balas Vana sambil marah-marah, “Kok kamu marah sih... Aku kan cuma bilang lebih baik kamu istirahat, karena aku lihat kamu udah kecapekan..” jelas Evan, Vana hanya diam dan meneruskan tugasnya. Satu jam kemudian (jam 21.30). Vana tertidur dimejanya. Evan melihatnya sambil tersenyum.
Besoknya. Vana terbangun dengan tergesa-gesa. Dia mandi lalu sarapan. Saat kembali kekamarnya, dia melihat tugasnya dimeja, sudah terselesaikan. “Kok... Tugasku udah selesai? Evan....” pikir Vana yang tertuju pada Evan. Vana segera berangkat kuliah.
Dirumah Evan. “Evan...” panggil ayah Evan, “Iya...” jawab Evan yang turun dari tangga, “Hari ini kamu ikut ayah beli tiket. Karena pesawat untuk ke Amerika berangkat hari Sabtu besok...” jelas ayah Evan, “Sabtu besok?” tanya Evan, “Iya...” jawab ayah Evan, “Kenapa harus minggu ini, yah?” tanya Evan, “Ayah pengen kamu cepat sekolah di Amerika. Ayah takut kamu tertinggal pelajaran disana...” jawab ayah Evan. Evan hanya bisa terdiam. Dia nggak pengen pergi ke Amerika. Karena Evan nggak pengen jauh dari Vana, sahabatnya itu.
‘kriiing...kriiing...kriing’ suara telfon rumah Vana, “Halo...” angkat Vana, “Bisa bicara dengan Vana yang jelek, sok imut, nakal?” tanya suara dari telfon itu, “Evaaann... Jahat banget sih... Apa?” tanya Vana, “Kamu bisa nggak keluar malam ini juga...?” tanya Evan, “Bisa...” jawab Vana singkat, “Beneran?” tanya Evan, “Iya... Mau kemana sih?” tanya Vana, “Mau tahuuuu aja...” kata Evan, “Gimana sih kok aku nggak boleh tahu... Ya udah kamu jemput aku” kata Vana sambil menutup telfon. 10 menit kemudian Evan datang. Mereka menuju taman hiburan. “Ngapain kamu ngajak aku kesini?” tanya Vana, “Nggak boleh yaa...” kata Evan, “Ya nggak apa... Tapi kan ini udah sepi...” kata Vana. Mereka duduk di dekat kolam. Vana bingung dengan kelakuan Evan. Tiba-tiba... “Kamu bisa kan ngelupain aku?” tanya Evan, Vana tersentak nggak bisa jawab langsung, “Bisa kan ngelupain aku?” tanya Evan lagi, “Kamu kenapa tanya gitu?” tanya Vana, “...vana... aku ke Amerika besok Sabtu...” kata Evan, “Kenapa secepat itu? Katanya satu bulan lagi...” tanya Vana, “Ayahku yang minta...” jawab Evan. Vana hanya bisa diam. “Vana... Kamu mau kan ngelupain aku?” tanya Evan lagi, “Kamu pergi ke Amerika bukan berarti aku harus ngelupain kamu kan...” kata Vana yang langsung pergi. Evan nggak ngejar “Kamu nggak tahu maksudku, ‘na!!” batin Evan.
@@@
Sabtu. Jam 10 Evan berangkat. Di kampus, Vana terus melihat jam tangannya. Vana gelisah. Setelah hari Senin itu, Vana dan Evan belum bertemu. Waktu Vana melamun di kantin, tiba-tiba Vana teriak ketakutan. Itu membuat temannya bingung, “na, Kamu kenapa?” tanya Gea, Vana menangis dan langsung pergi, “Vana... Vana... Mau kemana? Kan masih ada jam...” teriak Gea. Vana nggak mempedulikan panggilan Gea, dia pergi ke rumah Evan. 10 menit sampai dirumah Evan, tapi kata pembantunya, Evan sudah berangkat ke bandara sejam yang lalu. Vana segera berangkat ke bandara.
30 menit sampai dibandara. Vana berlari mencari Evan. Vana terus mencari Evan, sampai dia kelelahan. Nafasnya nggak beraturan karena berlari. Tiba-tiba... “Vana...” panggil Evan yang ada dibelakang Vana, Vana yang merasa kalau itu suara Evan, langsung membalikkan badan dan memeluknya. Evan terkejut dengan pelukan mendadak itu. “Evan... Kamu nggak boleh pergi...” kata Vana yang masih memeluk Evan, Evan hanya diam, “Kamu nggak boleh pergi..” kata Vana lagi, “Aku harus pergi...” balas Evan, “Aku nggak mau kamu pergi... Aku takut kamu ada apa-apa disana... Poko’nya kamu nggak boleh pergi...” perkataan Vana semakin menjadi-jadi, “Kamu kenapa sih?” tanya Evan bingung dan takut sambil menenangkan Vana. “Vana, pasti aku kembali... Aku nggak akan sepenuhnya ninggalin kamu...” jelas Evan, tapi Vana terus menangis, “Perlu kamu tahu... Aku... Aku... berat ninggalin kamu...” kata Evan, “Ya kamu jangan pergi...” kata Vana yang masih nangis, “Bukan gitu caranya... Vana, aku sayang sama kamu...” kata Evan sambil memeluk Vana. Sudah waktunya Evan masuk pesawat. “na, aku pergi ya...” pamit Evan sambil mencium kening Vana. Evan pun berlalu. Vana terus berteriak “Evaaannn... Jangan pergi, van!! Evaaannnn....” teriak Vana, tapi Evan sengaja nggak menghiraukan.
10 menit kemudian, pesawat Evan berangkat. Dari kejauhan, Vana memperhatikan keberangkatan pesawat itu. Tatapannya ke pesawat yang ditumpangi Evan menjadi berubah. Terlihat angkuh dan marah.
@@@
Besoknya. Vana bangun dengan mata bengkak. Pikirannya kacau. Semalaman dia terus-terusan mimpi buruk. Perasaannya nggak enak. Vana segera mandi. Setelah itu dia turun untuk sarapan. Orangtua Vana ada diruang keluarga yang kebetulan dekat dengan ruang makan. Mereka sedang menonton televisi. Berita pagi.
Saat Vana sarapan, dia menghentikan makannya. Menoleh ke arah televisi. Mendengarkan berita. “Menurut laporan, semua penumpang pesawat itu tewas... Diperkirakan tidak ada satu korban pun yang masih hidup... Pesawat ini hendak menuju Amerika. Pesawat ini lepas landas kemarin sekitar pukul 10 pagi..” jelas penyiar berita itu. Mendengar itu, Vana terkejut. Dia hanya bisa menangis dan berteriak memanggil Evan. Ya... pesawat itu adalah pesawat yang ditumpangi Evan.
2 hari kemudian. Jenazah Evan dipulangkan. Vana terus menangis melihat Evan yang sudah nggak bernyawa lagi. Nggak ada lagi senyuman Evan, nggak ada lagi yang bantuin Vana ngerjakan tugas bahasa Inggris. Saat jenazah dimakamkan, Vana duduk di belakang kerumunan orang-orang. Tiba-tiba... suara telah berbisik ditelinga Vana “Aku masih disini... Aku nggak ninggalin kamu... Aku kan sayang sama kamu... Kamu percaya, kan?” kata suara itu. Vana pun menoleh kebelakang, apa yang dia lihat? Evan tersenyum pada Vana. Vana pun membalas senyuman itu “Aku juga sayang sama kamu...” batin Vana.
@@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar